Lenteranusantara.co.id, Ambon — Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku dalam menata kawasan Pasar Mardika kembali menuai polemik.
Para pedagang mengaku resah atas tindakan sejumlah oknum yang kerap menagih uang “jasa preman” dalam proses relokasi dan penataan pasar.
Sejumlah pedagang menilai penataan yang dilakukan saat ini justru memperburuk kondisi kawasan perdagangan, jika dibandingkan kebijakan sebelumnya.
Salah satu pedagang, Rian Arsad, mengaku, sejak Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa memberikan kewenangan penuh kepada Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath untuk mengelola kawasan Mardika, situasi justru menjadi tidak terkendali.
“Penataan yang dilakukan kini lebih buruk dan merugikan pedagang. Melalui Pelaksana harian Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Provinsi Maluku, Dr. Achmad Jais Ely, ST.,M.Si kebijakan Pemprov Maluku ini justru melibatkan jasa geng preman untuk mengatur kawasan. “Ini sangat meresahkan kami sebagai pedagang,” ujar Rian kepada media ini, Selasa (22/7/2025).
Ironisnya, lanjut Rian, alih-alih memasukkan pedagang ke dalam gedung baru yang telah dibangun dengan anggaran besar, pemerintah justru mengeluarkan para pedagang yang berada di lantai 2, 3, dan 4 untuk berjualan di depan gedung baru Pasar Mardika.
Padahal, gedung baru Pasar Mardika dibangun untuk menampung pedagang, mengurai kemacetan serta menghilangkan kesan kekumuhan kawasan tersebut.
Dia menyebut, langkah Pemprov Maluku ini dianggap bertolak belakang dengan kebijakan Pemerintah Kota Ambon yang sebelumnya telah berupaya membasmi premanisme di kawasan Mardika.
Melibatkan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), TNI, dan Polri, Pemkot Ambon melakukan penertiban yang dianggap berhasil mengurangi praktik pungutan liar dan kekerasan di area pasar.
Namun, dengan adanya oknum yang disebut-sebut sebagai preman kembali aktif mengatur lapak dan memaksa pedagang membayar “uang keamanan”, kekhawatiran akan kembalinya premanisme di Pasar Mardika semakin kuat.
Menurutnya, kondisi di lapangan saat ini memperlihatkan adanya tarik menarik kewenangan antara pemprov Maluku dan Pemkot Ambon , terutama dalam pengelolaan pasar yang menjadi pusat aktivitas ekonomi utama di ibu kota provinsi ini.
Sejumlah pedagang yang di kawasan Mardika mengaku kecewa. Mereka yang sebelumnya telah menempati kios resmi di lantai atas gedung baru, kini diminta turun ke area luar, yang justru rentan akan cuaca ekstrem dan risiko konflik.
“Kami sudah bayar sewa, sudah tempati lantai tiga, sekarang malah disuruh keluar,” protesnya.
Pedagang lain juga mengeluhkan kembali maraknya pungutan liar oleh oknum-oknum tertentu yang mengaku “pengelola lapak”.
INFORMASI KELIRU
Sementara itu Plh Kadis Perindag Maluku Dr. Achmad Jais Ely, ST.,M.Si yang dikonfirmasi wartawan, Selasa (22/7) membantah tudingan para pedagang kalau pihaknya mendukung preman di Pasar Mardika. “Itu informasi keliru,” tepisnya.
Jais tak memungkiri jika protes para pedagang soal maraknya pungli di Pasar Mardika perlu diselidiki lebih jauh. “Saya baru seminggu menjabat Plh Kadis Perindag Maluku. Saya akan cek lebih jauh,” ringkas Kepala Dinas Pariwisata Maluku ini. (LN-04)