Pemkot Jelaskan Perbedaan Penanganan Kebakaran di Hunut dan Batumerah

banner 468x60

Lenteranusantara.Co.Id Ambon, – Pemerintah Kota Ambon melalui Kepala Dinas Kominfo dan Persandian Kota Ambon selaku Juru bicara, Ronald H. Lekransy menjelaskan perbedaan penanganan bantuan kebakaran di Hunuth dan Batu Merah sekaligus mengklarifikasi opini provokatif yang berkembang belakangan ini.

“Pemkot merasa penting mengingatkan masyarakat menyikapi pemberitaan  yang mengarah pada tindakan provokatif yang mengancam hubungan hidup orang basudara di Ambon terkait penanganan kebakaran pemukiman Di Desa Hunut dan kebakaran pemukiman  di Gang Banjo Negeri Batumerah,” ujarnya Kamis, (18/9/25) di Balai Kota.

Menurutnya, secara terbuka Pemerintah kota Ambon melalui dinas teknis,  Plt. Kepala BPBD Kota Ambon  Frits Tatipikalawan dan Sekretaris   Dinas Sosial Kota Ambon Imelda Tahalele telah menjelaskan pendekatan penanganan kebakaran pada dua wilayah dimaksud yaitu sesuai dengan sumber bencana-nya.

Peristiwa kebakaran pemukiman di Desa Hunut pendekatan penangannya Adalah pendekatan  diakibatkan konflik sosial sebagaimana di atur dalam  UU 24 tahun 2007, sedangkan pendekatan penangan di Gang Banjo Negeri Batumerah adalah pendekatan kebakaran pemukiman akibat Lilin /korsleting atau arus pendek.

Supaya tidak salah memahami, lanjutnya, perlu diluruskan bahwa  penangan kebakaran akibat kelalaian, korsleting atau arus pendek di Kota Ambon selama ini tidak ada perbedaan, semua mekanisme bantuan yang dilakukan sama bagi seluruh masyarakat yang mengalami kebakaran.

Dimana melalui Dinsos  sesuai Permendagri 77- terkait pemanfaatan BTT, dan Petunjuk Teknis Standarisasi Bantuan Sosial, kemudian  disiapkan Surat Keputusan (SK) Walikota tentang nama korban yang berhak mendapatkan bantuan, dan kemudian dana stimulan diberikan sebesar Rp 15 Juta per rumah menggunakan dana pada  APBD Pemerintah Kota, yang dalam waktu dekat akan direalisasikan.

Sedangkan untuk kebakaran di Desa Hunut, Dalam pendekatan UU 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, masuk dalam kategori bencana sosial  yang disebabkan oleh konflik / tawuran dan kemudian menjadi besar , memakan korban jiwa dan harta benda serta  membutuhkan penangan  khusus.

“Pendekatan khusus yang dimaksud dalam Undang–undang, membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Sebab ini bukan hanya soal bangun rumah, tetapi soal bagimana membangun kepercayaan masyarakat, bagimana  rekonsiliasi pasca konflik, mencegah konflik tidak terulang lagi, serta upaya pemulihan kondisi pasca konflik termasuk pembangunan, rehabilitasi  infrastruktur , fasilitas pemerintah, tempat usaha,  rumah yang rusak terbakar,” bebernya.

Untuk Hunut dibentuk tim, namanya Tim Banmas Kebakaran Hunut. Langkah ini diambil Wali Kota karena ada perorangan dan perusahaan yang bersimpati memberikan donasi kepada warga Hunut, kemudian untuk pengerjaan pembangunan kembali rumah yang terbakar diserahkan kepada pihak TNI, melalui program TMMD tanpa upah kerja,” tambahnya.

Semua upaya Pemkot hari ini, kata Lekransy, adalah langkah–langkah yang didasarkan pada norma atau aturan, dan bukan atas kepentingan. “Karena ini soal komitmen Wali kota dan Wakil Wali kota untuk bikin bagus Ambon, serta merawat harmonisasi sosial.

Lekransy menegaskan, narasi bahwa penangan kebakaran pemukiman di  Desa Hunut  dan di Negeri Batumerah menimbulkan kecemburuan sosial dan merusak rasa keadilan masyarakat adalah tidak berdasar. Karena pembadingnya mestinya terhadap rumah-rumah yang terbakar akibat kelalaian/korsleting atau arus pendek, bukan terbakar akibat konflik sosial.

“Kami berharap  dengan penjelasan ini  dapat menjawab kebutuhan informasi terkait penangan kebakaran di Desa Hunut dan Di Batu Merah, dan tidak ada lagi pihak yang secara  sengaja memabangun opini, apalagi menggunakan narasi -narasi yang sifatnya menghasut dan  provokatif,” ujarnya.

Dirinya menilai, narasi bahwa perbedaan bantuan bukan hanya merugikan masyarakat Desa Batu Merah, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal adalah pilihan diksi yang tidak bertanggung jawab.

“Kami ingatkan bahwa narasi menghasut , provokatif berpotensi hukum jika tidak disampaikan dengan hati – hati dan bertanggungjawab. Karena berpotensi penghasutan atau mendorong orang lain untuk melakukan Tindakan melanggar hukum atau menimbulkan konflik,” terangnya.

Ia menyebutkan,kebebasan berpendapat adalah hak masyarakat demokratis, namun perlu di ingat bahwa  bukan kebebasan tanpa batas, namun harus digunakan dengan tanggungjawab dan tidak melanggar hak – hak orang lain.

Pemerintah kota Ambon di bawah kepemimpinan Wali Kota Bodewin M.Wattimena dan Wakil Wali Kota (Wawali) Ely Toisutta, lanjutnya, akan selalu terbuka untuk menerima masukan, kritik dan saran dari masyarakat, karena itu akan sangat membantu dalam kebijakan pembangunan yang menjawab kebutuhan masyarakat .

Olehnya itu, Lekransy mengajak semua pihak untuk bersama -sama mendukung Pemkot untuk menjadikan Ambon lebih baik.

“Mari katong sama-sama bangun Ambon, Ambon par katong samua,” pungkasnya.(LN-04)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *