Lentera MBD.Com, Ambon – Penyidikan kasus galian C ilegal di Negeri Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, masih terus berjalan. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku terus merampungkan berkas penyidikan perkara tersebut, termasuk memeriksa Daud Sangadji (DS), Raja Rohomoni, sebagai tersangka perkara ini.
DS telah ditetapkan tersangka sejak Kamis (25/1/2024) lalu. Penyidik kemudian menjadwalkan pemeriksaan dirinya sebagai tersangka pada Senin (29/1/2024) namun DS mangkir dengan alasan dirinya tengah berada di Namlea, Kabupaten Buru untuk urusan keluarga. Sehingga, DS meminta penyidik untuk memeriksa dirinya nanti pada, Kamis (1/2/2024).
“Sesuai permintaanya besok (Kamis, 1/2/2014), ia (DS) hadir,” ungkap Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku, Komisaris Besar Polisi Hujra Soumena kepada RRI Ambon sebagaimana dikutip Lentera MBD.Com Rabu (31/1/2024).
Soumena menegaskan jika kemudian, DS tak hadir, maka pihaknya akan menerbitkan surat panggilan kedua selaku tersangka ke DS. Panggilan paksa, kata dia, bisa dilakukan jika yang bersangkutan tak hadir hingga pada panggilan ketiga dan konsekuensi hukumnya DS bisa dijemput paksa.
“Tapi kita berharap dia bisa hadir. Kalau soal tak hadir, kita lihat alasannya seperti apa. Jika tak hadir, ya kita terbitkan panggilan berikutnya,” jelas Soumena.
Menyinggung soal adanya dugaan diskriminasi yang dilakukan penyidik dalam kasus Galian C ilegal di Rohomoni, Soumena menampiknya. “Semuanya (prosedur hukum) sesuai fakta hukum,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, sebelum ditetapkan tersangka, DS telah diperiksa lebih awal oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku pada Rabu (10/1/2024).
DS dilaporkan warganya sendiri, setelah dia melakukan penambangan galian C ilegal di Air Besar (Waeira) negeri setempat, menggunakan alat berat eksavator miliknya.
Warga khawatir, aktivitas penambangan galian C ilegal secara masif dapat merusak lingkungan, dan berpotensi bencana di saat musim penghujan.
Meskipun warga sudah melakukan protes berulangkali, namun DS tetap melanjutkan aksi penggalian dan pengangkutan material dari lokasi tersebut.
Polisi yang menindaklanjuti laporan warga akhirnya menemukan aktivitas tambang di Air Besar (Waeira) tidak memiliki Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dan tanpa Persetujuan Lingkungan atau Izin Lingkungan UKL-UPL.
Kegiatan galian C ilegal ini telah berlangsung cukup lama, sejak Oktober 2023 dengan perkiraan hasil yang diangkut telah mencapai ratusan meter kubik (M3).
Material yang diambil, kemudian dijual kepada kontraktor CV Filadelfia Jaya milik pengusaha Teli Nio untuk Proyek Pengerasan Jalan di Haruku dengan harga sekitar Rp.1.300.000 hingga Rp.1.400.000 per dump truck.
Atas perbuatannya itu Sangadji dijerat Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman 10 tahun penjara dan Pasal 109 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman 3 tahun penjara. (LMbd-04)