Pemkab SBB Diduga “Masuk Angin”, Sengaja Halangi Eksekusi, Alibi Ada “Kaart Eigendom Verponding” Palsu

banner 468x60

LenteraNusantara.Co.Id,Ambon –  Awalnya Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Ahmad Jais Elly (AJE) bernegosiasi baik-baik dengan keluarga ahli waris Josfince Pirsouw untuk membicarakan kelancaran proses eksekusi tanah seluas lebih kurang 10 hektare (ha) di Dusun Urik, Negeri Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, berdasarkan perintah jurusita Pengadilan Negeri (PN) Masohi (Msh) melalui jurusita PN  Dataran Hunipopu (Drh) di Piru setelah putusan perkara perdata nomor:23/Pdt.G/2018/PN.Msh yang telah memenangkan Josfince Pirsouw atas objek sengketa seluas lebih kurang 10 ha dan Dusun Urik seluas lebih kurang seribu ha berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsdexaak).

Di atas objek sengketa milik Josfince Pirsouw dan ahli warisnya berdiri gedung Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten SBB dan makam kerabat Wampine, salah satu pihak, termasuk Ketua MUI Kabupaten SBB, yang dikalahkan Josfince Pirsouw di PN Masohi dalam perkara No.23/2018 a quo. Entah karena “bertelinga tipis” (mudah terhasut) atau diduga masuk angin, Penjabat Bupati SBB AJE beralibi pemerintah punya “Kaart Eigendom Verponding”  atau hak milik pribadi dalam hukum Eropa di atas Tanah Teha, sehingga proses eksekusi lahan Urik yang dimohonkan kuasa hukum Josfince Pirsouw perlu ditinjau kembali.

Hal ini selaras dengan alibi mantan Bupati SBB Jacobus Puttileihalat yang mengklaim sebagian besar tanah di Piru, ibu kota Kabupaten SBB adalah tanah perkebunan atau pertanian yang melekat “Hak Erfacht”.  Padahal, selama persidangan perkara No.23/2018 atau perkara lain di Kota Piru dan sebagainya, istilah ‘TEHA’ merujuk pada nama sungai atau kali yang membelah sebagian kota Piru. Teha bukan nama tanah atau dusun adat di Piru. Diduga ada pengaburan istilah dan fakta di sini.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) SBB dalam perkara Nomor:13/Pdt.G/2023/PN.Drh tidak punya bukti asli dalam bentuk apapun, baik mengenai “Kaart Eigendom Verponding” maupun “Hak Erfacht” yang dimasukan sebagai bukti-bukti sahih di pengadilan. Pemkab SBB melalui Jaksa Kejaksaan Negeri Piru selaku Pengacara Negara pun tak mampu menghadirkan dokumen asli soal di dalam “Kaart Eigendom Verponding” tercantum nomor, nama pemilik, tanggal, bulan dan tahun dan dikonversi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria (UUPA) atas nama siapa. “Jika kriteria ini tak mampu ditunjukkan Pemkab SBB maka klaim Penjabat Bupati SBB AJE hanya klaim kosong atau tak berdasar hukum. Artinya, adanya “kaart Eigendom Verponding yang diklaim milik Pemkab SBB itu palsu,” tegas Rony Samloy, S.H., salah satu kuasa hukum Josfince Pirsouw kepada LenteraNusantara.Co.Id di Ambon, Senin (19/8/2024).

Samloy menuding Pemkab SBB tidak memiliki etikad baik untuk memperlancar eksekusi yang akan dilakukan kliennya terhadap objek sengketa sebagaimana amar putusan PN Masohi Nomor 23/2018 a quo. “Berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, khususnya asas kepastian hukum, asas ketidakberpihakan, asas kepentingan umum dan asas pelayanan yang baik, seharusnya Pemkab SBB menuntaskan persoalan eksekusi yang dimohonkan klien kami ke PN Masohi dengan perantaraan jurusita PN Dataran Hunipopu agar eksekusi dapat dilaksanakan aman dan lancar, dan bukan malah mencoba menghalangi eksekusi dengan alibi tak berdasar hukum. Saya harap Pemkab SBB tidak ‘masuk angin’ dalam menyikapi persoalan ini,” jelas Samloy. Sayangnya Penjabat Bupati SBB Ahmad Jais Elly yang dikonfirmasi media ini via whatsapp sejak Rabu (14/8) lalu hingga berita ini dipublikasikan tidak beretikad baik untuk menjawab pertanyaan konfirmasi sekalipun pesan konfirmasi telah terkirim dengan tanda centang dua. (LN-04)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *