Berkelit Tak Jumpa Ahli Waris Josfince Pirsouw, Jais Ely Dinilai Bukan Tipikal Pejabat Konsisten

banner 468x60

Lenteranusantara.Co.Id, Ambon – Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Achmad Jais Ely berang atau marah besar dituding “bermuka dua” di balik permohonan sita eksekusi yang dimohonkan Josfince Pirsouw ke Pengadilan Negeri Masohi melalui Pengadilan Dataran Hunipopu di Piru terhadap objek sengketa seluas lebih kurang 10 hektare, lokasi di mana berdiri gedung kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Seram Bagian Barat.

Dalam putusan PN Masohi Nomor Register: 23/Pdt.G/2018/PN.Msh diperkuat Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor:54/PDT/2019/PT.AMB yang telah Berkekuatan Hukum tetap (inkracht van gewijsdezaak), selain berhak atas objek sengketa, Josfince Pirsouw dinyatakan dalam Amar Deklaratoir sebagai Pemilik Sah Dusun Urik di Negeri Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, seluas lebih  kurang 1000 hektare.

“Saya bisa memproses hukum siapa pun atau orang-orang yang menuding saya ‘bermuka dua,”  ancam AJE kepada Kuasa Hukum Josfince Pirsouw, Rony Samloy, S.H., di ruang kerja Bupati Seram Bagian Barat di Piru, belum lama ini.

Saat memberikan keterangan itu, AJE ditemani Sekretaris Kabupaten (Sekkab) SBB Alvin Tuasun, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten (Setkab) SBB Dani Soukotta, S.H. dan Kepala Bidang Aset Setkab SBB A Hehanussa, SE.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku ini berujar, dirinya tak ingin mengambil risiko sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) jika hal itu berkaitan dengan pembayaran ganti rugi lahan, sebab dalam beberapa kasus di Kota Ambon kerap terjadi salah bayar ke bukan ahli waris pemilik tanah yang sah.

Dia mencontohkan kasus ganti rugi lahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Marthinus Haulussy Kudamati di mana terjadi salah bayar ke Yohanis “Buke” Tisera. Hal yang serupa juga terjadi terhadap klaim ganti rugi Hotel Santika Premier dan kasus di Waiheru di mana setelah ganti rugi ada gugatan baru dari keluarga Sutrahitu sebagai pemilik lahan sesungguhnya.

“Saya ini ASN loh. Selama belum ada penilaian dari Tim Apraisal dan Tim KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), mana mungkin saya berani ambil risiko mengganti rugi ke pemilik lahan. Saya tidak segoblok itu,” ujarnya.

Soal klaim tanah Dusun Urik, AJE menampik dan menyangkal pernah bertemu dengan ahli waris Josfince Pirsouw.

“Dia (Jonry Pirsouw) itu saya punya Pot. Bicara pemerintahan ini apalagi soal hukum harus ada bukti, ada putusan, dan ada surat-surat lengkap. Sampai sekarang ini saya tidak tahu objek yang disengketakan itu di mana. Dusun Urik itu batas-batasnya dari mana ke mana. Lalu mana putusannya,” alibi AJE.

Mantan Kepala SUPM Waiheru ini menegaskan pihaknya terpaksa menghentikan proses pembangunan mesjid Raya Piru lantaran tanahnya bermasalah. “Saya suruh hentikan pembangunan Mesjid Raya karena tanahnya ada sengketa. Prinsipnya saya tak ingin setelah kembali dari sini ada menyisakan masalah hukum baru,” kilahnya.

Menanggapi penyangkalan AJE, putra kandung Josfince Pirsouw, Jonry Pirsouw menyebut AJE bukan tipikal pemimpin yang selaras ucapan dan perbuatannya. “Pejabat macam apa yang di depan bicara lain, tapi di belakang bicara lain. Seram Bagian Barat tak pantas dipimpin pejabat yang bermuka dua dan sulit dipegang kata-katanya,” kecam Jonry kepada media ini via ponsel, Selasa (18/2/2025).

Jonry mengungkapkan terkait permohonan sita eksekusi pihaknya terhadap lahan seluas 10 hektare di atas Dusun Urik, pihaknya pada 12 Juni 2024 bersama jurnalis lokal Nus Metanfanuan menemui AJE di ruang kerja Bupati SBB.

“Waktu itu saya sampaikan bahwa kita punya putusan berkekuatan hukum tetap dan kita akan eksekusi lahan seluas 10 hektare lokasi di mana ada gedung Kantor MUI Kabupaten SBB. Maksud saya bersilaturahmi semata-mata ingin memberitahukan kalau gedung MUI akan dieksekusi. Memang benar Pemerintah Kabupaten SBB bukan pihak dalam perkara ini, tapi gedung MUI kan dibangun pakai APBD Kabupaten SBB. Kalau nanti Dieksekusi pasti banyak yang dipenjara. Saya sempat tunjukkan putusan pengadilan dan ikut dibaca oleh Pak AJE bersama peta petunjuk tentang luas dan batas-batas Dusun Urik. Lalu pak AJE melihat dan bilang “nah ini baru jelas, ada putusan pengadilannya. Kalian  ini Tuan Tanah di Piru. Kalian mau minta berapa. Lalu saya jawab sekitar Rp. 1 Miliar, namun beliau bilang jumlah itu terlalu mahal. Nanti Tunggu Tim KJPP yang nilai. “Beta ini datang ke SBB anggap saja beta “Cuci Piring Kotor” yang ditinggalkan bupati-bupati Sebelumnya”, kata pak AJE.

Lalu Saya juga bilang buat pak AJE bahwa kami bisa bantu selesaikan permasalahan aset-aset Pemerintah Daerah SBB yang berm asalah yang berada di atas lahan Dusun Urik milik Kami, karena yang punya putusan pengadilan mengenai lahan itu cuma kami, dan tidak ada ahli waris lain yang bisa menghibahkan tanah itu. Lalu pak AJE bilang bagus itu. Sudah ada putusan pengadilan itu jadi kekuatan bagi kami pemda. Pak AJE juga berkata bahwa kalau gitu bikin pelepasan Hak untuk semuanya aja ya,!. Maksud pak AJE untuk bangunan seperti Kantor Kejaksaan, Markas Brimob, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor KPU dan yang lain. Lalu saya bilang nanti kita bantu satu per satu pak. Lahan Brimob itu sertifikat hak pakai. Jadi nanti kita yang bikin pelepasan hak dan Badan Pertanahan Nasional nanti yang terbitkan Sertifikat Hak Milik. Jadi, kalau Pak AJE berkata beliau tidak pernah bertemu dan melihat putusan pengadilan itu adalah Pembohongan dan pemutarbalikkan fakta. Bahkan, Kami juga sudah pernah menyurat Kepada Bupati SBB dengan Nomor Surat 01/LO-JW/IX/2020, tanggal 27 September 2020. Tembusanya ke Sekda SBB, Kapolres SBB, Kejaksaan SBB,Bagian Hukum,Kepala Tata Pemerintahan,dan Kepada Desa Piru Mengenai PEMBERITAHUAN Putusan Pengadilan No 23/pdt G/2018/PN msh. Silahkan kroscek di surat masuk,” tegas Jonry.

Lebih jauh Jonry mengecam sikap AJE yang menghentikan proyek pembangunan Mesjid Raya Nurul Yasim Kota Piru tanpa alasan rasional. “Dari awal peletakan batu pertama pembangunan Mesjid Raya Piru tak ada masalah dan bahkan Pemkab SBB sudah kucurkan anggaran untuk pembangunan Mesjid Raya Nurul Yasim sampai tahap ketiga. Kok tiba-tiba penjabat Bupati SBB suruh stop, padahal tanahnya tak bermasalah di pengadilan, tidak ada gugatan di pengadilan mengenai tanah Mesjid Raya Nurul Yasim. Herannya kok pak AJE bisa bilang tanah bermasalah. Emangnya ada masalah Tanah dengan siapa. Lalu itu Pak AJE kenapa tidak langsung tanya Bagian Hukum Setkab SBB atau Tanya ke Pengadilan Saja. Yang masalah itu gedung MUI Kabupaten SBB. Ini Pekerjaan Rumah Besar yang ditinggalkan pak AJE bagi masalah tanah adat di SBB. Kami menunggu Bupati Definitif Pak Asri Arman saja untuk menyelesaikan permasalahan ini,” kata Jonry kesal. (LN-04)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *