Lenteranusantara.co.id, Ambon – Bijaklah dalam menggunakan media sosial (medsos), sebab ada ungkapan klasik (usang) bahwa “mulutmu harimaumu”. Akibat salah bicara (istilah Ambon “mulut paleces) dengan menyebut Pahlawan Nasional Dr. Johannes Leimena dengan “Tete Momo”, selebgram Ambon Lilis dengan viral dengan unggahan dan lagu “Rizal Kasih Beta Uang Merah-merah” dihujat netizen dan pengurus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon.
Maklum, Leimena merupakan pendiri GMKI. Ucapan Lilis yang menyebut Patung Leimena sebagai “Tete Momo” adalah penghinaan terhadap pahlawan nasional sekaligus pendiri GMKI itu. Secara semantik “Tete Momo” berasal dari dua kata, yakni “Tete” (istilah Ambon “Kakek/Opa”), sedangkan “Momo” berasal dari kata Momok yang berarti sesuatu yang buruk atau hal-hal menakutkan. Personifikasi “Tete Momo” ini lazim diangkat para orangtua untuk membujuk anak agar tidak malas makan, cepat belajar, tidak membandel dan tidak tidur larut malam. “Capat tidor e kalo seng mama panggil Tete Momo,” begitu ucapan orangtua ke anak mereka agar cepat tidur.
Siapa sih Dr. Johannes Leimena? Dr. Johannes Leimena (6 Maret 1905 – 29 Maret 1977) adalah seorang dokter, politisi, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia tercatat sebagai menteri yang menjabat paling lama selama pemerintahan Presiden Soekarno, dengan total masa jabatan hampir 20 tahun. Leimena duduk dalam 18 kabinet yang berbeda, dimulai dari Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora III (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Menteri Koordinator Distribusi, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Di luar itu, ia juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante, dan mengetuai Partai Kristen Indonesia (Parkindo) antara 1950 hingga 1961.
Leimena berasal dari Ambon, Maluku, dari sebuah keluarga Kristen dengan orangtua yang berprofesi sebagai guru. Pada usia dini, ia pindah ke Cimahi, Jawa Barat tahun 1914 dan tak lama kemudian ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolahnya. Ia turut serta dalam pergerakan kebangkitan nasional, sebagai anggota Jong Ambon dan sebagai panitia Kongres Pemuda Pertama dan Kedua. Dalam perihal keagamaan, Leimena juga aktif dalam gerakan oikumene. Selulusnya dari STOVIA tahun 1930, ia bekerja di berbagai rumah sakit, mulai di Batavia sebelum pindah ke Bandung. Selama pendudukan Jepang, ia menjabat sebagai direktur rumah sakit di Purwakarta dan Tangerang.
Selama Revolusi Nasional Indonesia, Leimena memulai kariernya dalam pemerintah sebagai wakil menteri kesehatan, lalu sebagai menteri kesehatan. Ia juga merupakan seorang diplomat yang diutus ke perundingan-perundingan seperti Linggarjati, Renville, Roem-Roijen, dan Konferensi Meja Bundar. Leimena membantu pendirian Parkindo selama masa ini, dan mulai menjadi ketua umum sejak 1950. Dalam kariernya sebagai Menkes, Leimena memprioritaskan pencegahan penyakit di wilayah pedesaan dan melandasi sistem Puskesmas yang kini ada. Leimena juga sempat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Distribusi, sebagai salah satu menteri yang paling dekat ke Presiden Soekarno.
Leimena sangat terdampak oleh peristiwa-peristiwa Gerakan 30 September 1965 mengingat rumahnya sempat diserang. Dalam pertemuan-pertemuan yang berlangsung seusai peristiwa tersebut, Leimena dianggap telah memberikan nasihat yang mencegah pecahnya perang saudara kepada Soekarno. Ia juga menyaksikan penandatanganan Supersemar pada 1966. Selama masa Orde Baru, Leimena tidak lagi menjabat menteri, tetapi ia masih aktif dalam politik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung sementara banyak koleganya yang dipenjarakan. Ia wafat pada tahun 1977 dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010. Jika menelisik sejarah perjuangan Leimena, sangat keterlaluan dan tidak dibenarkan generasi muda Maluku melecehkannya dengan kata-kata tidak pantas sekalipun bersifat kelakar/guyonan/”basangaja” di medsos.
“Anak ini mungkin waktu sekolah, mata pelajaran sejarah dapat 3 atau 4 di laporan pendidikan kaapa,” seloroh Anang Angkotasan, jurnalis lokal di akun fesbuknya. “Mangkali di sekolah waktu jam pelajaran sejarah, dia nih belajar di ewang-ewang nanas. Lilis ampadal ee,” sindir Rozhsa,” netizen yang lain. “Lilis e. Su tahu mama-mama Ambon to. Galon sa dong angka satu tangan apalai ose. Selesai sayang.Selesai,” tulis Arie Hehanusa di akun fesbuknya dengan emoji merasa lucu. “Lilis, koe sekolah di mana? Seng tahu salah satu Pahlawan Nasional yang koe sebut tete momo. Ini penghinaan. Koe harus minta maaf ke publik,” tulis Beny Latuihamallo di akun fesbuknya.
“Dia jua musti tau om kalo Puskesmas yang hadir par barobat orang diseluruh penjuru indonesia termasuk Lilis deng keluarga itu hasil dari ide dan gagasan beliau yang dia bilang “tete momo”, ” komentar Muhammad Husen di akun fesbuk Novi Pinontoan. “Bung Novi, generasi sekarang memang banyak tidak tahu sejarah, entah karena kurikulum atau yang lain, padahal om Google bisa bantu dong, tinggal buka la cari, tapi kalau cuma maen game dan chat yg tar entos2 akan bagini sdh. Jangankan usi Lilis tp juga katong pung anak2, dan ade2 lain, penggunaan literasi untuk mengasah olah pikir tdk tau digunakan ka tdk, beberapa youtube ada anak SMP tidak tahu kepanjangan singkatan itu, miris dan prihatin,” komentar Profesor Jhon Dirk Pasalbessy, Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon di akun fesbuk Novi Pinontoan.
Terkait penghinaan ini, GMKI Cabang Ambon tengah menyiapkan langkah untuk melaporkan selegram Lilis ke polisi. Begitu pun keluarga dan ahli waris Leimena. “Besok (Sabtu, 18/1/2025) tetap katong keluarga akan demo polisikan dia,.ITT KUHP Pasal 28,” tulis Chei Maitimu di akun fesbuknya. “Lilis e….gara-gara se mulut paleces akang jadi bagini. Makanya jang cuma pikir uang merah-merah tapi tahu sejarah perjuangan bangsa lai,” kata netizen lain.
Kecab GMKI Dobo dorong Koordinator Wilayah XI GMKI penjarakan Lilis terhadap perbuatan menghina Patung Johanes Leimena
Perbuatan Lilis yg menghina Patung Johannes Leimena sebagai Patung Tetemomo mendapat kecaman keras dari berbagai pihak salah satunya Kecab GMKI Dobo, Marco Karelau.
Karelau mengatakan, Lilis harus belajar banyak dan tidak harus cepat berspekulasi yang menunjukkan kebodohannya sendiri.
” Lilis harus tahu bahwa patung Johanes Leimena bukan sekedar berdiri di bundaran poka begitu saja, tetapi karena memang rekam jejaknya yg menginspirasi anak muda untuk terus belajar menggapai impian. Beliau sosok yang harus dijadikan panutan dan motivator terbaik dalam rekam jejak setiap anak muda,” tandasnya.
Dirinya juga meminta Lilis harus diberi teguran keras dari semua masyarakat Maluku. Karena sesungguh Johannes Leimena bukan hanya Founding Fathers GMKI tetapi juga sebagai pahlawan nasional yg kedudukannya setara dengan pahlawan lain di seluruh Indonesia.
”Semua kalangan terutama civitas GMKI wilayah XI untuk sama-sama mengawal kasus ini hingga ke ranah hukum demi pemulihan roh pergerakan Johanes Leimena dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau minim literasi tentang perjuangan Johannes Leimena. (LN-04)