Metode Sainte Lague, Ruang Berjibaku di Internal Parpol

Tiap Parpol Berpeluang Tipis Peroleh Dua Kursi

Opini201 Dilihat
banner 468x60

Catatan : Theo Rehiraky… Koordinator Akademi Pemilu dan Demokrasi Indonesia (APDI) Kab. MBD

Metode Webster/Sainte-Laguë, sering kali disebut metode Webster atau metode Sainte-Laguë (pengucapan bahasa Prancis: [sɛ̃t.la.ɡy]) adalah metode nilai rata-rata tertinggi yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang telah dimenangkan dalam suatu pemilihan umum.

Pada Pemilihan Umum di Indonesia, sistem perhitungan Sainte Lague pertama kali diterapkan pada Pemilu 2019 dengan tetap menerapkan system proporsional terbuka.

Di Eropa, istilah ini dinamai dari matematikawan Prancis André Sainte-Laguë, sementara di Amerika Serikat istilah ini berasal dari negarawan dan senator Daniel Webster. Metode ini mirip dengan metode D’Hondt, tetapi menggunakan pembagi yang berbeda. Pada umumnya metode pembagi terbesar membawa hasil yang hampir serupa. Metode D’Hondt juga memberi hasil yang serupa, tetapi metode tersebut lebih menguntungkan partai besar bila dibandingkan dengan metode Webster/Sainte-Laguë. Dalam sistem ini sering kali terdapat ambang batas suara atau persentase suara minimal yang diperlukan untuk memperoleh kursi di parlemen.

Webster pertama kali mengusulkan metode ini pada tahun 1832, dan pada tahun 1842 metode ini mulai digunakan dalam pembagian kursi kongres di Amerika Serikat. Metode ini kemudian digantikan oleh metode Hamilton, tetapi pada tahun 1911 metode Webster kembali diberlakukan. Sementara itu, André Sainte-Laguë memperkenalkan metode ini di Prancis pada tahun 1910. Tampaknya publik di Prancis dan Eropa belum pernah mendengar informasi mengenai metode Webster hingga masa berakhirnya Perang Dunia II.

Metode Webster/Sainte-Laguë digunakan di Bosnia dan HerzegovinaIrakKosovoLatviaSelandia BaruNorwegia dan Swedia Di Jerman, metode ini digunakan di tingkatan federal untuk alokasi kursi Bundestag dan juga dalam pemilu negara bagian di Baden-WürttembergBremenHamburgNordrhein-WestfalenRheinland-Pfalz dan Schleswig-Holstein

Sainte Lague adalah metode konversi perolehan suara partai politik ke kursi parlemen atau metode untuk menentukan perolehan kursi partai politik di DPR atau DPRD.

Penerapan metode didasarkan pada perolehan suara terbanyak partai politik dari hasil pembagian yang diurutkan sesuai dengan jumlah ketersediaan kursi di setiap dapil.

Sainte Lague menggunakan bilangan pembagi suara berangka ganjil (1, 3, 5, 7, 9 dan seterusnya) untuk mendapatkan kursi. Dasar hukum penerapan metode ini adalah UU nomor 7 tahun 2017 pasal 415 ayat 2.

Misalnya dalam satu daerah pemilihan (dapil) terdapat 5 kursi: 1. Partai Apel mendapat 36.000 suara; 2. Partai Belimbing mendapat 18.000 suara; 3. Partai Cokelat mendapat 12.000 suara; 4. Partai Durian mendapat 9.000 suara; 5. Partai Srikaya mendapat 6.000 suara.

  1. Cara Menghitung Kursi Pertama

Untuk menghitung kursi pertama, maka masing-masing partai tersebut harus dibagi dengan angka ganjil 1. Berikut uraiannya: – Partai Apel 36.000/1 = 36.000 – Partai Belimbing 18.000/1 = 18.000 – Partai Cokelat 15.000/1 = 15.000 – Partai Durian 9.000/1 = 9.000 – Partai Srikaya 6.000/1 = 6.000 Dengan demikian, partai yang memperoleh kursi pertama di dapil tersebut adalah Partai Apel dengan jumlah 36.000 suara

2. Cara Menghitung Kursi Kedua

Dikarenakan Partai Apel telah mendapat kursi pada pembagian kursi pertama, maka pada pembagian kursi kedua Partai Apel dibagi dengan angka ganjil 3. Sementara itu, Partai Belimbing, Cokelat, Durian dan Srikaya tetap dibagi angka 1 karena belum mendapatkan kursi. – Partai Apel 36.000/3 = 12.000 – Partai Belimbing 18.000/1 = 18.000 – Partai Cokelat 15.000/1 = 15.000 – Partai Durian 9.000/1 = 9.000 – Partai Srikaya 6.000/1 = 6.000 Berdasarkan hasil penghitungan, maka yang berhak atas kursi kedua adalah Partai Belimbing dengan perolehan 18.000 suara. Suara terbanyak dibandingkan partai lainnya.

3. Cara Menghitung Kursi Ketiga

Pada penentuan kursi ketiga, penghitungan kursi Partai Apel dan Partai Belimbing dilakukan melalui pembagian angka ganjil 3. Sementara itu, Partai Cokelat, Durian dan Srikaya masih tetap dibagi dengan angka 1 karena belum mendapatkan kursi saat pembagian kursi pertama dan kedua. – Partai Apel 36.000/3 = 12.000 – Partai Belimbing 18.000/3 = 6.000 – Partai Cokelat 15.000/1 = 15.000 – Partai Durian 9.000/1 = 9.000 – Partai Srikaya 6.000/1 = 6.000 Menurut penghitungan tersebut, Partai Cokelat memperoleh kursi ketiga dengan jumlah suara terbanyak yaitu 15.000.

4. Cara Menghitung Kursi Keempat

Pada penghitungan kursi keempat, Partai Apel, Partai Belimbing dan Partai Cokelat masing-masing dibagi dengan angka 3. Sementara Partai Durian dan Srikaya tetap dibagi angka 1. – Partai Apel 36.000/3 = 12.000 – Partai Belimbing 18.000/3 = 6.000 – Partai Cokelat 15.000/3 = 5.000 – Partai Durian 9.000/1 = 9.000 – Partai Srikaya 6.000/1 = 6.000 Berdasarkan penghitungan, maka Partai Apel memperoleh kursi keempat dengan jumlah suara terbanyak 12.000.

5. Cara Menghitung Kursi Kelima

Dikarenakan Partai Apel sudah mendapatkan dua kursi, yakni kursi pertama dan kursi keempat, maka selanjutnya Partai Apel akan dibagi dengan angka 5. Partai Belimbing dan Partai Cokelat dibagi dengan angka 3, sedangkan Partai Durian dan Srikaya dibagi angka 1. – Partai Apel 36.000/5 = 7.200 – Partai Belimbing 18.000/3 = 6.000 – Partai Cokelat 15.000/3 = 5.000 – Partai Durian 9.000//1 = 9.000 – Partai Srikaya 6.000/1 = 6.000 Kursi kelima didapatkan oleh Partai Durian dengan perolehan suara terbanyak 9.000. Menurut perhitungan yang telah dilakukan, maka lima kursi sudah habis terbagi. Dengan demikian, Partai Srikaya tidak mendapatkan kursi.

Bagaimana peluang perolehan kursi DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya ?

Perolehan kursi DPRD Kabupaten MBD tahun 2019 diprediski tidak mengalami perubahan signifikan. Hal ini terjadi karena konfigurasi Caleg dan Parpol peserta pemilu tahun 2019 hampir sama dengan Parpol peserta pemilu tahun 2024.

Di Dapil I, Leti, Moa, Lakor dan Luang Sermata tahun 2019 (Sebelumnya Dapil 2), sebanyak 7 Kursi (Sekarang 8 kursi), yang memperoleh Kursi pertama yakni PDI Perjuangan 2.633 suara, kursi kedua Partai Demokrat 2.334 suara, Kursi ketiga Partai Hanura 2.301 suara, Kursi keempat Partai Gerindra 1733 suara, Kursi kelima Partai Nasdem 1.490 suara, kursi keenam PKPI 1.418 suara, dan kursi ketujuh Partai 1.363 suara.

Di Dapil II, Pulau Kisar, Pulau Romang dan Wetar (sebelumnya Dapil I), sebanyak 7 Kursi (Sekarang 6 Kursi). Yang memperoleh Kursi pertama yakni PDI Perjuangan 2.231  suara, kursi kedua PKPI 1.865 suara, kursi ketiga partai Gerindra 1.851 suara, kursi keempat partai Hanura 1.546 suara, kursi kelima partai Demokrat 1.453 suara, kursi keenam partai Golkar 1.416 suara, kursi ketujuh partai NasDem 1.194 suara.

Di dapil III, Wetang, Babar Barat, Babar Timur, Dawelor Dawera, Masela dan Damer. Sebanyak 6 kursi yang memperoleh kursi pertama yakni PDI Perjuangan 2.608 suara, kursi kedua partai Gerindra 1.745 suara, kursi ketiga partai Hanura 1.418 suara, kursi keempat partai NasDem 1.110 suara, kursi kelima partai Demokrat 1.013 suara, kursi keenam partai Golkar 889 suara.

Gambaran peroleh suara di atas jika dilakukan pembagian berdasarkan  metode sainte lague, maka perolehan kursi kedua tidak signifikan oleh PDI Perjuangan. Peluang peroleh tambahan kursi oleh PDI Perjuangan hanya di Dapil III, sebanyk 869,33 suara dengan selisih 20 suara dengan Partai Golkar peroleh kursi terakhir. Peluang yang sama juga dimiliki lainnya dengan berjibaku merebut suara yang ditinggalkan PKPI dan Berkarya. Di Dapil I dan II, PSI, Perindo, PAN, PKN, Buruh dan PKB sebagai partai yang akan berjibaku merebut peluang peroleh 1 kursi yang ditinggalkan PKPI. Dengan begitu, setiap Caleg akan berjibaku dan beradu strategi memperoleh suara terbanyak di internal partai. (***)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *