Sidang Kasus SPPD Fiktif BPKAD KKT, Fatlolon Beberkan Kebiasaan Pimpinan DPRD

banner 468x60

Lentera MBD,Ambon— Sidang kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang digelar Jumat (15/11) siang tadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon, memunculkan fakta baru. Mantan Bupati KKT, Petrus Fatlolon yang dihadirkan dalam persidangan membeberkan sejumlah fakta. “Terkait dengan paripurna Laporan Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2019 yang pelaksanaannya di tahun 2020, Saya ada bawa semua dokumen yang terkait. Itulah yang menjadi sumber sehingga sejumlah SKPD pada lingkup Pemda mengeluarkan sejumlah dana ke Pimpinan  dan Anggota DPRD,” terangnya ketika diberikan kesempatan menjelaskan oleh hakim.

Setelah dimintai penjelasan terkait pernyataan sejumlah dana oleh pengacara, Fatlolon menjelaskan, pembahasan detail itu diawali dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan dilanjutkan dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan pembahasannya di Tingkat Komisi kemudian dilanjutkan ke Badan Anggaran. “Dan Saya memerintahkan Sekda untuk hadir mengatasnamakan Saya sehingga secara teknis saya tidak tahu. Sekda saat itu Pak Ruben Mariolkosu dan Tim Anggaran Pemerintah Daeah (TAPD) yang terdiri dari Asisten II, Kadis Pendapatan Daerah, Kepala BPKAD dan Kepala Bappeda yang kemudian mereka laporkan ke Saya bahwa ada deadlocok kemudian mereka melaporkan bahwa akan melakukan komunikasi dengan Pimpinan dan Anggota DPRD. Saudara Ketua DPRD saat itu adalah Pak Jaflaun Batlajery juga datang menyampaikan kepada saya bahwa Kakak ini perlu ada jalan keluar,” bebernya.

Ketika dicecar oleh hakim terkait pertemuan Pimpinan DPRD dengan Bupati, Sekretaris Provinsi Partai Nasional Demokrat ini mengatakan, Pimpinan DPRD sering datang menemuinya. “Satu hari setelah sidang itu, pak Jaflaun datang kepada saya dan sampaikan bahwa ini harus dikondisikan. Meminta supaya ada langkah-langkah untuk cari jalan keluar. Saya bilang secara teknis Bupati tidak ikut melakukan pembahasan jadi silahkan dengan TAPD sesuai mekanismenya.,” ungkapnya.

Lanjutnya lagi,  DPRD mempersoalkan dana pemerintah daerah yang didepositkan di bank pemerintah. “Itu sebenarnya poinnya Yang Mulia. Sehingga terjadi deadlock. Tetapi Karena semua sudah diatur damai, maka semua menandatangani Berita Acaranya. Pak Ricky Jauwerissa, Wakil Ketua II yang menyurati BPK untuk mengaudit rekening di bank dan ada surat balasan dari BPK dan saya bawa semua dokumennya sebagai bukti,” tandasnya sembari menambahkan, setiap kali sebelum paripurna dokumen rancangan pemerintah daerah disahkan di dewan biasanya pimpinan DPRD datang menghadap ke saya, yang sering itu Pak Jaflaun dan Pak Jidon Kelmanutu untuk berkoordinasi. Ketika ada masalah itu sering Pak Jaflaun itu datang. Di kantor itu ada CCTV dan di kediaman Saya juga ada CCTV,” ujarnya.

Sekedar tahu, kasus SPPD fiktif berdasarkan Kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp6.682 miliar sebagaimana tercantum dalam laporan hasil audit perhitungan kerugian negara/daerah dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas pada BPKAD Tahun Anggaran 2020 Nomor : 200/LAK-01/I/2023 tanggal 11 Januari 2023 telah menahan 6 terdakwa yakni Yonas Batlayeri, Kepala BPKAD Tahun 2020, Maria Gorety Batlayeri, Sekretaris BPKAD tahun 2020, Yoan Oratmangun, Kabid Perbendaharaan BPKAD Tahun 2020, Liberata Malirmasele Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD tahun 2020, Letharius Erwin Layan, Kabid Aset BPKAD tahun 2020 dan Kristina Sermatang, Bendahara BPKAD tahun 2020. (LMbd 01)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *